BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di era globalisasi ini membuat dunia pendidikan mengalami kemajuan. Pendidikan memegang peranan yang
penting dalam menciptakan manusia yang berkualitas dan unggul. Fungsi pendidikan
nasional yang tertuang dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 bahwa
fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Pendidikan juga akan meninggikan derajat manusia. Jadi,
sebagai mukmin kita diwajibkan menuntut ilmu.
Sebagaimana janji Allah SWT dalam surah Al-Mujadilah ayat 11 yang
berbunyi:
Artinya : “… dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan[1].
Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi ini tidak
terlepas dari kontribusi bidang matematika karena matematika merupakan ilmu universal
yang mendasari perkembangan teknologi yang modern. Matematika selalu mengalami perkembangan
seiring dengan kemajuan
teknologi yang semakin canggih. Untuk itu, bila kita ingin hidup di
dunia yang selaras dengan
teknologi yang semakin canggih maka kita harus
menguasai matematika.
Disamping itu, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membawa
dampak yaitu semakin kompleksnya permasalahan yang kemudian akan dihadapi oleh siswa. Oleh
karena itu, diperlukan kemampuan yang cukup untuk dapat menghadapinya. Kemampuan
yang harus dimiliki oleh siswa diantaranya adalah kemampuan
untuk menganalisis masalah, berpikir kritis, logis, kreatif, mampu membuat
dan menetapkan suatu keputusan dengan menggunakan daya nalar melalui
hasil pemikiran yang tinggi untuk dapat memecahkan suatu permasalahan.
Berdasarkan
gambaran di atas maka pembelajaran matematika di sekolah
merupakan bagian yang penting
karena jika tidak ada yang mau menekuni matematika maka dapat dipastikan dalam
beberapa tahun tidak akan pernah lagi mendengar penemuan teknologi canggih yang baru.
Pentingnya matematika di sekolah
tampak pada diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan
tinggi. Peran penting Matematika
juga diakui oleh para ahli. Cockcroft (Shadiq, 2007: 3) menulis “It
would be very
difficult – perhaps
impossible – to
live a normal life in very
many parts of
the world in
the twentieth century
without making use of mathematics
of some kind.” Akan sangat
sulit atau tidaklah
mungkin bagi seseorang untuk
hidup di bagian
bumi ini pada
abad ke-20 ini
tanpa sedikitpun
memanfaatkan matematika.
Menurut pandangan National
Council of Teacher Mathematics (NCTM),
“ Di dalam dunia yang terus berubah, mereka yang memahami dan dapat
mengerjakan Matematika akan memiliki kesempatan dan pilihan yang banyak dalam
menentukan masa depannya. Kemampuan dalam Matematika akan membuka pintu untuk
masa depan yang produktif. Lemah dalam Matematika membiarkan pintu tersebut
tertutup”.[2]
Sedangkan menurut Dinas Pendidikan Sumatera Barat
Drs.Syamsul Rizal pada sambutannya dalam acara pembukaan Pekan Seni
Bermatematika pada 8-11 Februari 2012 di UNAND, Matematika adalah pelajaran
yang penting karena dasar bagi mata pelajaran lainnya[3]. Belajar matematika bagi para siswa, juga
merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam
penal\aran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu.[4]
Walaupun
matematika memiliki peran penting dalam kehidupan, tetapi
kenyataannya pelajaran
matematika merupakan pelajaran yang kurang disenangi. Matematika adalah materi pelajaran yang penuh dengan ide atau konsep yang memerlukan pola berpikir yang baik untuk dapat mempelajarinya.
Matematika adalah ilmu yang terbentuk dari hasil pemikiran manusia yang berhubungan
dengan ide, proses, dan, penalaran
(Russefendi dalam Suherman, 2003). Sedangkan
Reys (Suherman, 2003) mengemukakan bahwa
matematika adalah pola berpikir tentang
keteraturan dan koneksitas.
Matematika merupakan ilmu yang memiliki
kecenderungan deduktif, aksiomatik, dan abstrak
(fakta, konsep dan prinsip). Karakteristik Matematika
inilah yang menyebabkan Matematika menjadi suatu mata pelajaran yang sulit.
Ditambah lagi suasana belajar yang tidak kondusif dan metode mengajar guru
yang kurang tepat, akan memperparah kesulitan peserta didik dalam menguasai mata pelajaran Matematika
tersebut. Hal ini senada dengan apa yang
diungkapkan Tiro dan Suradi (2005:106) yang menyatakan bahwa disamping
adanya anggapan sulit siswa dalam belajar matematika, juga adanya
perasaan tegang jika tiba waktunya untuk belajar matematika di sekolah.
Matematika dapat dipandang
sebagai ilmu yang yang terstruktur dan ketat, artinya bahwa dalam mempelajari
matematika diperlukan pola berpikir yang baik dan tidak bisa dilakukan
sembarangan. Sumarno (Rahman, 2006:2) mengemukakan bahwa guru yang
mengajar matematika diharapkan mampu berperan dalam
mengembangkan pikiran inovatif dan kritis, daya nalar, berpikir
logis, sistematis logis, kreatif, cerdas, rasa keindahan,
sikap terbuka dan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, untuk menyampaikan
materi matematika diperlukan strategi atau model yang cocok sehingga
dapat membangkitkan motivasi siswa, tidak menimbulkan kesan menakutkan,
mampu melatih kemandirian, memunculkan tantangan, serta memberikan kebebasan kepada
siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri,
sehingga tumbuh sikap kritis dalam mempelajari matematika. Sementara ini
masih banyak orang beranggapan bahwa matematika merupakan
pelajaran yang sulit, sangat menakutkan dan sedapat mungkin
untuk menghindarinya (Darhim, 2004). Hal ini sejalan
dengan pendapat Ruseffendi (1991: 157) yang menyatakan
bahwa banyak anak yang setelah belajar matematika
bagian yang sederhana pun tidak dapat dipahami, banyak
konsep yang dipahami keliru, sehingga matematika dianggap
sebagai ilmu yang sukar. Akibatnya, tujuan
pembelajaran tidak tercapai dengan maksimal, dan hasil belajar yang
diperoleh siswa kurang memuaskan dan menjadi kurang bermakna. Hal tersebut
dapat disebabkan banyak faktor, mungkin karena proses
pembelajaran yang diterapkan guru masih menggunakan
model konvensional dimana guru menyampaikan
materi dengan cara ceramah dan siswa
mencatat apa yang dikatakan guru dengan cara mencatat
biasa, Ruseffendi (1991:5) menyatakan bahwa
setiap pengajaran itu merupakan hubungan yang erat
antara siswa dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dari luar.
Faktor luar itu antara lain adalah: kemampuan (kompetensi)
yang dimiliki guru
sebagai pengajar, cara belajar meliputi materi
yang harus dipelajari, situasi belajar, serta kondisi lingkungan.
Faktor luar tersebut sangat menentukan
tingkat keberhasilan siswa dalam belajar. Menurut pendapat Turmudi (2010: 9),
pembelajaran matematika yang menekankan
kepada materi tanpa memperhatikan aspek-aspek pedagogi menjadikan
iklim pembelajaran matematika menjadi „kering‟. Selanjutnya, lebih jauh Turmudi
berpendapat bahwa dalam pembelajaran matematika kepada siswa hendaknya diterapkan suatu strategi sedemikian sehingga
anak akan terikat (engage) dengan apa yang sedang dikajinya.
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan peneliti di kelas VII-1 dan VII-3 SMPN 1 Kamang Magek
terlihat keadaan dalam proses pembelajaran banyak siswa yang kurang
berpartisipasi aktif. Hal ini terlihat ketika guru membahas soal bersama, hanya
satu dua orang saja yang ikut membahasnya, sedangkan yang lain sibuk dengan
kegiatan lain dan kebanyakan siswa malas bertanya terhadap materi yang kurang
mereka pahami. Menurut Guru Mata Pelajaran Matematika tersebut[5],
berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa diantaranya
pemberian pekerjaan rumah (PR), memperbanyak latihan, mengulang kembali materi
yang belum dipahami siswa.
Berdasarkan hasil
wawancara dengan beberapa orang siswa[6],
alasan mereka kurang semangat belajar Matematika, kurang perhatian terhadap
Matematika dan kurang menyenangi Matematika karena pelajaran Matematika itu tidak menarik dan materinya sulit
dihafal.
Kemudian pada saat proses
pembelajaran, guru cenderung menggunakan pembelajaran konvensional, dimana guru
menjelaskan materi pelajaran, memberikan
contoh soal, dan latihan pada siswa dengan sedikit mengkonstruksi pengetahuan
siswa. Dan juga siswa kurang diberikan waktu untuk menemukan sendiri jawaban
dari soal yang diberikan. Dalam pembelajaran tersebut guru lebih aktif dari
pada siswa. Guru juga jarang sekali mengaitkan materi pelajaran dengan
kehidupan sehari-hari, sehingga siswa menghafal konsep-konsep matematika tanpa
memahaminya dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata.
Pembelajaran matematika tidak harus
selalu dikemas dengan kaku dan dalam suasana
yang menegangkan, sebaliknya guru
dapat mengemas proses pembelajaran matematika menjadi suatu kegiatan yang
menyenangkan dan menggairahkan bagi siswa. Sejalan dengan pendapat Kline (Hernowo
dalam Purnamasari, 2009) “learning is most effective when it’s fun”
atau belajar akan menjadi lebih efektif jika dilaksanakan dalam keadaan yang
menyenangkan, yang dapat membangkitkan minat, dan ketertarikan untuk belajar,
sehingga terciptanya kegiatan pembelajaran yang bermakna.
Selain itu, ketika peneliti melakukan pengamatan selama praktik
mengajar, kebanyakan siswa tidak tahu dan bingung manfaat dari mempelajari
matematika. Hal ini menyebabkan respon siswa terhadap matematika tergolong
rendah. Salah satu penyebab rendahnya respon siswa yaitu pembelajaran
matematika yang tidak menarik dan
membosankan, sementara itu respon siswa yang rendah akan menghambat proses dan
hasil belajar. Oleh
karena itu, perlu penerapan alternatif pembelajaran yang dapat menciptakan
suasana belajar yang nyaman, dan menyenangkan, salah satunya dengan
menggunakan model Quantum Learning.
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
Latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat
diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:
1.
Aktivitas belajar
matematika rendah
2.
Hasil belajar
rendah.
3.
Respon siswa dalam
belajar matematika kurang baik
4.
Pemahaman terhadap
konsep dasar matematika kurang.
5.
Guru masih
menggunakan pembelajaran konvensional.
C.
Batasan
Masalah
Mengingat luasnya cakupan permasalahan dalam identifikasi
masalah di atas dan agar permasalahan lebih fokus, masalah penelitian ini
dibatasi hanya pada hasil belajar Matematika siswa kelas VII-1 SMP KAMANG MAGEK
Tahun Ajaran 2012/2013.
D.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan
batasan masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah peningkatan
kemampuan berpikir kritis matematis
siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika
dengan model Quantum
Learning lebih baik daripada
siswa yang mendapatkan model pembelajaran matematika konvensional di kelas X SMPN 1 Kamang Magek TahunAjaran 2012/2013?
E.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa
yang mendapatkan
pembelajaran matematika dengan model Quantum
Learning lebih baik daripada
siswa yang mendapatkan model pembelajaran matematika konvensional di kelas X SMPN 1 Kamang Magek Tahun Ajaran 2012/2013.
F.
Definisi
Operasional
Dalam penelitian ini
digunakan beberapa istilah
dan untuk menghindari
kesalahpahaman dalam menafsirkan istilah-istilah tersebut maka diperlukan definisi
operasional. Istilah-istilah yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1.
Efektivitas
dalam penelitian ini diartikan
sebagai ketepatgunaan model pembelajaran quantum learning untuk
mencapai tujuan yaitu peningkatan hasil
belajar Matematika.
2.
Model
pembelajaran pada penelitian ini merupakan kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan
melukiskan prosedur yang sistematik
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi
perencanaan pengajaran dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran
3.
Quantum
Learning adalah model yang berfokus pada
hubungan dinamis dalam interaksi lingkungan kelas yang manjadi landasan
dan kerangka untuk belajar, serta
mendorong siswa untuk
berpartisipasi secara aktif dalam
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri
melalui suasana belajar
yang efektif yang diciptakan melalui campuran unsur hiburan, musik, permainan, cara
berfikir, dan emosi yang sehat.
4.
Berpikir
kritis adalah suatu proses berpikir berjenjang
dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi
yang pada akhirnya memungkinkan siswa dapat membuat sebuah keputusan.
5.
Pembelajaran
Konvensional adalah proses pembelajaran dimana komunikasi hanya satu arah yaitu
antara guru kepada siswa.
Pembelajaran konvensional yang biasa digunakan guru di kelas yaitu melalui
metode ekspositori. Metode ini dilaksanakan dengan menerangkan materi terlebih
dahulu kemudian siswa diberi latihan. Dalam pembelajaran konvensional guru
mendominasi kegiatan pembelajaran.
6.
Hasil Belajar adalah
suatu yang diperoleh setelah melakukan kegiatan pembelajaran dan menjadi
indikator keberhasilan seorang siswa dalam mengikuti pembelajaran. Setelah
proses belajar, siswa memperoleh pengetahuan yang dapat mengubah tingkah laku
terhadap diri siswa. Perubahan tingkah laku terhadap diri siswa dilihat dari
hasil tes belajar yang dilakukan oleh siswa. Pada penelitian ini dibatasi hasil
belajar di bidang kognitif saja aspek
belajar pengetahuan, pemahaman dan aplikasi.
G.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat mengungkap
penerapan model quantum learning pada Mata Pelajaran Matematika terhadap hasil belajar
siswa SMP N 1 Kamang Magek. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada berbagai pihak diantaranya:
a.Dari segi teoritis
Hasil penelitian
diharapkan dapat menjadi
bahan kajian dan informasi bagi para perencana
dan pengembang lembaga
pendidikan mengenai manfaat menerapkan
model pembelajaran quantum learning dalam kegiatan belajar mengajar.
b.Dari segi praktis
1)Bagi guru
Hasil penelitian
dapat memberikan masukan
bagi guru sehingga dapat
memberikan wawasan keilmuan
dan memberikan gambaran yang
jelas dalam menerapkan
model pembelajaran quantum learning. Jika nantinya diterapkan maka
harapannya dapat menunjang
proses belajar mengajar di sekolah.
2)Bagi Siswa
Memberikan pengalaman
baru dan suasana
belajar yang lebih nyaman dan menyenangkan disaat belajar matematika.
3)Bagi Peneliti
Memberikan wawasan keilmuan dan gambaran yang jelas mengenai model pembelajaran
quantum learning dengan iringan musik
barok sebagai model pembalajaran yang dapat
diterapkan pada pembelajaran matematika dalam rangka meningkatkan hasil belajar.
4)Bagi Civitas Akademik
Hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian-peneltian selanjutnya.
[1] Departemen Agama Republik Indonesia, AL-QUR’AN dan Terjemahannya, (Bandung: Jumanatul Ali-Art( J-ART),
2005), juz 28, h.544
[2] John A.Van
de Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah, (Jakarta: Erlangga,
2008), cet ke-6, h.1
[4]Erman
Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,
(Bandung:JICA-Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), h.55
[6] Harry
Hidayat, Bima Kurnia, Fauziah, Debby Yolhanda, Ayu Setiawati, Siswa Kelas X MAN
1 MODEL Bukittinggi, 12 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar