Selasa, 22 Januari 2013

proposal --> BAB I PENDAHULUAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di era  globalisasi ini membuat dunia pendidikan mengalami kemajuan. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam menciptakan manusia yang berkualitas dan unggul. Fungsi pendidikan nasional yang  tertuang  dalam Undang-Undang  No.20 Tahun 2003 bahwa fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak  serta  peradaban bangsa  yang bermartabat dalam  rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman  dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,  berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan juga akan meninggikan derajat manusia. Jadi, sebagai mukmin kita diwajibkan menuntut ilmu.  Sebagaimana janji Allah SWT dalam surah Al-Mujadilah ayat 11 yang berbunyi:
Artinya : “… dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,  niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan[1].
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini tidak terlepas dari kontribusi bidang matematika karena matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi yang modern. Matematika selalu mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih. Untuk itu, bila kita ingin hidup di dunia yang selaras dengan teknologi yang semakin canggih maka kita harus menguasai matematika.
Disamping itu, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membawa dampak yaitu semakin kompleksnya permasalahan yang  kemudian akan dihadapi oleh  siswa. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan yang cukup untuk dapat menghadapinya. Kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa diantaranya adalah kemampuan untuk menganalisis masalah, berpikir kritis, logis, kreatif, mampu membuat dan menetapkan suatu keputusan dengan menggunakan daya nalar melalui hasil pemikiran yang tinggi untuk dapat memecahkan suatu permasalahan.
Berdasarkan gambaran di atas maka pembelajaran matematika di sekolah merupakan bagian yang penting karena jika tidak ada yang mau menekuni matematika maka dapat dipastikan dalam beberapa tahun tidak akan pernah lagi mendengar penemuan teknologi canggih yang baru. Pentingnya matematika di sekolah tampak pada diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Peran  penting Matematika juga diakui oleh para ahli. Cockcroft (Shadiq, 2007: 3) menulis  It  would  be  very  difficult    perhaps  impossible    to  live  a  normal life  in  very  many  parts  of  the  world  in  the  twentieth  century  without  making use  of  mathematics  of  some  kind.  Akan  sangat  sulit  atau  tidaklah  mungkin bagi  seseorang  untuk  hidup  di  bagian  bumi  ini  pada  abad  ke-20  ini  tanpa sedikitpun  memanfaatkan  matematika.
Menurut pandangan National Council of Teacher Mathematics (NCTM),
“ Di dalam dunia yang terus berubah, mereka yang memahami dan dapat mengerjakan Matematika akan memiliki kesempatan dan pilihan yang banyak dalam menentukan masa depannya. Kemampuan dalam Matematika akan membuka pintu untuk masa depan yang produktif. Lemah dalam Matematika membiarkan pintu tersebut tertutup”.[2]

Sedangkan menurut Dinas Pendidikan Sumatera Barat Drs.Syamsul Rizal pada sambutannya dalam acara pembukaan Pekan Seni Bermatematika pada 8-11 Februari 2012 di UNAND, Matematika adalah pelajaran yang penting karena dasar bagi mata pelajaran lainnya[3].  Belajar matematika bagi para siswa, juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penal\aran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu.[4]
Walaupun matematika memiliki peran penting dalam kehidupan, tetapi kenyataannya pelajaran matematika merupakan pelajaran yang kurang disenangi. Matematika adalah materi pelajaran yang penuh dengan ide atau konsep yang memerlukan pola berpikir yang baik untuk dapat mempelajarinya.
Matematika adalah ilmu yang  terbentuk dari hasil  pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan, penalaran  (Russefendi dalam Suherman, 2003). Sedangkan Reys (Suherman, 2003) mengemukakan bahwa  matematika adalah pola berpikir tentang  keteraturan dan koneksitas.
Matematika merupakan ilmu yang memiliki kecenderungan deduktif, aksiomatik, dan abstrak (fakta, konsep dan prinsip). Karakteristik Matematika inilah yang menyebabkan Matematika menjadi suatu  mata pelajaran yang sulit. Ditambah lagi suasana belajar yang tidak kondusif dan metode mengajar guru yang kurang tepat, akan memperparah kesulitan peserta didik  dalam menguasai mata pelajaran Matematika tersebut. Hal ini senada  dengan  apa yang diungkapkan Tiro dan Suradi (2005:106) yang menyatakan bahwa disamping adanya anggapan sulit siswa dalam belajar matematika, juga adanya perasaan tegang jika tiba waktunya untuk belajar matematika di sekolah.
Matematika dapat dipandang sebagai ilmu yang yang terstruktur dan ketat, artinya bahwa dalam mempelajari matematika diperlukan pola berpikir yang baik dan tidak bisa dilakukan sembarangan. Sumarno (Rahman, 2006:2) mengemukakan bahwa guru yang mengajar matematika diharapkan mampu berperan dalam mengembangkan pikiran inovatif dan kritis, daya nalar, berpikir logis, sistematis logis, kreatif, cerdas, rasa keindahan, sikap terbuka dan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, untuk menyampaikan materi matematika diperlukan strategi atau model yang cocok sehingga dapat membangkitkan motivasi siswa, tidak menimbulkan kesan menakutkan, mampu melatih kemandirian, memunculkan tantangan, serta memberikan kebebasan kepada siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga tumbuh sikap kritis dalam mempelajari matematika. Sementara ini masih banyak orang beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit, sangat menakutkan dan sedapat mungkin untuk menghindarinya (Darhim, 2004). Hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (1991: 157) yang menyatakan bahwa banyak anak yang setelah belajar matematika bagian yang sederhana pun tidak dapat dipahami, banyak konsep yang dipahami keliru, sehingga matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar. Akibatnya, tujuan pembelajaran tidak tercapai dengan maksimal, dan hasil belajar yang diperoleh siswa  kurang memuaskan  dan menjadi kurang  bermakna. Hal tersebut dapat disebabkan banyak faktor, mungkin karena proses pembelajaran yang diterapkan guru masih menggunakan model konvensional dimana guru menyampaikan materi dengan cara ceramah dan siswa  mencatat apa  yang  dikatakan guru dengan cara mencatat biasa, Ruseffendi (1991:5) menyatakan bahwa setiap pengajaran itu merupakan hubungan yang erat antara siswa dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dari luar. Faktor luar itu antara lain adalah: kemampuan (kompetensi) yang  dimiliki  guru  sebagai pengajar,  cara belajar meliputi materi yang harus dipelajari, situasi belajar, serta kondisi lingkungan.
Faktor luar tersebut sangat menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam belajar. Menurut pendapat Turmudi (2010: 9), pembelajaran matematika  yang menekankan kepada  materi tanpa  memperhatikan aspek-aspek pedagogi menjadikan iklim pembelajaran matematika menjadi „kering‟. Selanjutnya, lebih jauh Turmudi berpendapat bahwa dalam pembelajaran matematika kepada siswa hendaknya  diterapkan suatu strategi sedemikian sehingga anak akan terikat (engage) dengan apa yang sedang dikajinya.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di kelas VII-1 dan VII-3 SMPN 1 Kamang Magek terlihat keadaan dalam proses pembelajaran banyak siswa yang kurang berpartisipasi aktif. Hal ini terlihat ketika guru membahas soal bersama, hanya satu dua orang saja yang ikut membahasnya, sedangkan yang lain sibuk dengan kegiatan lain dan kebanyakan siswa malas bertanya terhadap materi yang kurang mereka pahami. Menurut Guru Mata Pelajaran Matematika tersebut[5], berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa diantaranya pemberian pekerjaan rumah (PR), memperbanyak latihan, mengulang kembali materi yang belum dipahami siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang siswa[6], alasan mereka kurang semangat belajar Matematika, kurang perhatian terhadap Matematika dan kurang menyenangi Matematika karena pelajaran Matematika  itu tidak menarik dan materinya sulit dihafal.
Kemudian pada saat proses pembelajaran, guru cenderung menggunakan pembelajaran konvensional, dimana guru menjelaskan materi pelajaran,  memberikan contoh soal, dan latihan pada siswa dengan sedikit mengkonstruksi pengetahuan siswa. Dan juga siswa kurang diberikan waktu untuk menemukan sendiri jawaban dari soal yang diberikan. Dalam pembelajaran tersebut guru lebih aktif dari pada siswa. Guru juga jarang sekali mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa menghafal konsep-konsep matematika tanpa memahaminya dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata.
Pembelajaran matematika tidak harus selalu dikemas dengan kaku dan dalam suasana  yang  menegangkan, sebaliknya guru dapat mengemas proses pembelajaran matematika menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan dan menggairahkan bagi siswa. Sejalan dengan pendapat Kline (Hernowo dalam Purnamasari, 2009) “learning is most effective when it’s fun” atau belajar akan menjadi lebih efektif jika dilaksanakan dalam keadaan yang menyenangkan, yang dapat membangkitkan minat, dan ketertarikan untuk belajar, sehingga  terciptanya  kegiatan pembelajaran yang  bermakna.  Selain itu, ketika peneliti melakukan pengamatan selama praktik mengajar, kebanyakan siswa tidak tahu dan bingung manfaat dari mempelajari matematika. Hal ini menyebabkan respon siswa terhadap matematika tergolong rendah. Salah satu penyebab rendahnya respon siswa yaitu pembelajaran matematika yang  tidak menarik dan membosankan, sementara itu respon siswa yang rendah akan menghambat proses dan hasil  belajar. Oleh karena itu, perlu penerapan alternatif pembelajaran yang dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman, dan menyenangkan, salah satunya dengan menggunakan  model Quantum Learning.
B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan Latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:
1.      Aktivitas belajar matematika rendah
2.      Hasil belajar rendah.
3.      Respon siswa dalam belajar matematika kurang baik
4.      Pemahaman terhadap konsep dasar matematika kurang.
5.      Guru masih menggunakan pembelajaran konvensional. 

C.    Batasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan permasalahan dalam identifikasi masalah di atas dan agar permasalahan lebih fokus, masalah penelitian ini dibatasi hanya pada hasil belajar Matematika siswa kelas VII-1 SMP KAMANG MAGEK Tahun Ajaran 2012/2013.

D.    Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah   peningkatan  kemampuan berpikir kritis matematis  siswa  yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan  model Quantum Learning lebih baik  daripada  siswa  yang mendapatkan  model pembelajaran matematika konvensional di kelas X SMPN 1 Kamang Magek TahunAjaran 2012/2013?    

E.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Apakah   peningkatan  kemampuan berpikir kritis matematis  siswa  yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan  model Quantum Learning lebih baik  daripada  siswa  yang mendapatkan  model pembelajaran matematika konvensional di kelas X SMPN 1 Kamang Magek Tahun Ajaran 2012/2013.
F.     Definisi Operasional
Dalam  penelitian  ini  digunakan  beberapa  istilah  dan  untuk menghindari kesalahpahaman dalam menafsirkan istilah-istilah tersebut maka diperlukan  definisi  operasional.  Istilah-istilah  yang  digunakan  adalah  sebagai berikut:
1.         Efektivitas dalam penelitian ini diartikan  sebagai  ketepatgunaan  model pembelajaran quantum learning untuk mencapai tujuan yaitu  peningkatan hasil belajar Matematika.
2.         Model pembelajaran pada penelitian ini merupakan kerangka  konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik  dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman  bagi  perencanaan pengajaran dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran
3.         Quantum Learning adalah model yang  berfokus pada  hubungan dinamis dalam interaksi lingkungan kelas yang manjadi landasan dan kerangka untuk belajar, serta  mendorong  siswa  untuk  berpartisipasi secara  aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya  sendiri melalui  suasana  belajar  yang efektif yang diciptakan melalui campuran  unsur hiburan, musik, permainan, cara berfikir, dan emosi yang sehat.
4.         Berpikir kritis  adalah suatu proses berpikir  berjenjang  dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang  pada  akhirnya memungkinkan siswa  dapat membuat sebuah keputusan.
5.         Pembelajaran Konvensional adalah proses pembelajaran dimana komunikasi hanya satu arah yaitu antara guru kepada siswa.
Pembelajaran konvensional yang biasa digunakan guru di kelas yaitu melalui metode ekspositori. Metode ini dilaksanakan dengan menerangkan materi terlebih dahulu kemudian siswa diberi latihan. Dalam pembelajaran konvensional guru mendominasi kegiatan pembelajaran.
6.         Hasil Belajar adalah suatu yang diperoleh setelah melakukan kegiatan pembelajaran dan menjadi indikator keberhasilan seorang siswa dalam mengikuti pembelajaran. Setelah proses belajar, siswa memperoleh pengetahuan yang dapat mengubah tingkah laku terhadap diri siswa. Perubahan tingkah laku terhadap diri siswa dilihat dari hasil tes belajar yang dilakukan oleh siswa. Pada penelitian ini dibatasi hasil belajar di bidang kognitif saja aspek belajar pengetahuan, pemahaman dan aplikasi.

G.    Kegunaan  Penelitian
Hasil  penelitian  ini  diharapkan  dapat  mengungkap  penerapan model quantum learning pada Mata Pelajaran Matematika terhadap  hasil  belajar  siswa  SMP N 1 Kamang Magek. Hasil  Penelitian ini  diharapkan dapat memberikan  manfaat  kepada  berbagai  pihak diantaranya:
a.Dari segi teoritis
Hasil  penelitian  diharapkan  dapat  menjadi  bahan  kajian  dan informasi bagi  para  perencana  dan  pengembang  lembaga  pendidikan mengenai manfaat menerapkan model pembelajaran quantum learning dalam kegiatan belajar mengajar.
b.Dari segi praktis
1)Bagi guru
Hasil  penelitian  dapat  memberikan  masukan  bagi  guru sehingga  dapat  memberikan  wawasan  keilmuan  dan  memberikan gambaran  yang  jelas  dalam  menerapkan  model  pembelajaran quantum  learning. Jika  nantinya diterapkan  maka  harapannya  dapat  menunjang  proses  belajar mengajar di sekolah.
2)Bagi Siswa
Memberikan  pengalaman  baru  dan  suasana  belajar  yang lebih nyaman dan menyenangkan disaat belajar matematika.
3)Bagi Peneliti
Memberikan wawasan keilmuan dan gambaran yang jelas mengenai model pembelajaran quantum learning dengan  iringan musik barok sebagai model pembalajaran yang dapat  diterapkan pada pembelajaran matematika dalam rangka  meningkatkan hasil belajar.
4)Bagi Civitas Akademik
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian-peneltian selanjutnya.



[1] Departemen Agama Republik Indonesia, AL-QUR’AN dan Terjemahannya, (Bandung: Jumanatul Ali-Art( J-ART), 2005), juz 28, h.544
[2] John A.Van de Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah, (Jakarta: Erlangga, 2008), cet ke-6, h.1
[3] Supadilah, “Bikin Fun dengan Matematika”, Singgalang, (Padang), 11 Maret 2012, h.A-10
[4]Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:JICA-Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), h.55
[5] Fitria Ose, Guru Mata Pelajaran Matematika di Man 1 Model Bukittinggi, 12 Maret 2012
[6] Harry Hidayat, Bima Kurnia, Fauziah, Debby Yolhanda, Ayu Setiawati, Siswa Kelas X MAN 1 MODEL Bukittinggi, 12 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar